Senin, 20 Februari 2012

Kisah Wayang Koplak dan Bmabang Sitija

Di kerajaan Dwarawati, Raja Dwarawati,  Sri Kresna sedang menyelenggarakan sidang di balairung istana. Sri Kresna didampingi oleh isteri-isteri (resminya), Dewi Jembawati, Dewi Rukmini dan Dewi Setyaboma. Dibelakang para isteri ini duduk manis para emban pengiring,…..cantik-cantik semua deh! Sumprit!
Dihadapan Prabu Kresna sudah lengkap duduk para nayaka praja. Patih Setyaki, yang berbadan kecil tapi sakti (yang sering dijuluki Bima Bajang-Bima Kecil), panglima perang kerajaan, bersama Patih Udawa yang biasanya mengurusi kesejahteraan rakyat, serta para punggawa lain yang biasanya jadi figuran (yang honornya pas-pasan).
“Rayi Setyaki! (rayi=adik). Bagaimana laporan terkini tentang kondisi keamanan Negara?” Prabu Kresna ke Setyaki.
“Ampat anem nDan!. Semua Timor Kupang Ambon”  Setyaki (singkat, semangat, nunggu gajian!)
Dalang : “Ssssst, Mas Juki, eh salah….. Mas Setyaki! Ampat Anem itu sudah ada yang punya, dilempar gilingan nanti! Yang benar Lapan Anem,  gitu….”
“Eeeehla, patih laporan apa main HT?  Katanya ada gangguan keamanan di perbatasan dengan para prajurit negara Trajutrisna?.  Serius nih, jangan mbanyol mulu!” Kresna serius.
“Ah, laporan ini juga serius nDan. Itu cuma gangguan kecil. Timor Kupang Patinya di Rembang Timor 19 Rembang Wilis 02. Tapi tentara dan alutsista Dwarawati terlalu cukup buat mengusir para pengganggu yang berusaha menggeser patok batas negara itu”  Patih Setyaki semangat Ampat Lima.
“Jadi kita bukan seperti negara tetangga sebelah itu yang suka dijahili ama tetangganya soal Ambalat yang gak bisa apa-apa itu kan?” sang Raja menegaskan.
“Positif tidak. Lapan anem….” Ujar Setyaki mantaaaabzz, hahay… (gak pake regards).
“Terimakasih rayi. Lapan satu tiga. Sang Prabu menoleh ke Patih Udawa : “Udawa, kakang Udawa, ……hlo, tidur? Kakang Udawaaaaaa…..!!!!”
Dalangnya nggeremeng : “Nah lu,  Prabu Kresna ikut maen 2 meteran, pake Buntut Tikus rupanya….”
Patih Setyaki (menyikut Patih Udawa): “Bangun Wa! Tuh Gusti Prabu nanya elu!”
Patih Udawa (kaget) : “Siyap gusti Prabu. Masalah kesejahteraan  rakyat udah ngai beresin… Ntik kalu sang Prabu mau liak, buk kaget kalo ndak ada lagi rakyat sing miskin ndik Dwarawati ini. Sumprit dweh!”
“Hlo, saya nanya apa, kakang?” Prabu Kresna geleng-geleng “Patih dua, koplak semua…”
Setyaki tiba-tiba meloncat turun dari pentas, nowel sang Dalang…..
Lang! Yang bener dong! Masa Udawa-nya kaya gitu? Gak ada yang lain yang lebih sarap apa?”
“Sssst, kasihan dia. Umurnya sudah 58 tahun tapi tetap kerja jadi pemulung. Biar sajalah, gajinya jadi patih kan nanti bisa dijadikan modal…..” ujar sang Dalang (bisik-bisik)
“Ada yang omongin Ngai ya? Kualat ntik kamu!” Udawa mendekat, bisik-bisik juga.
Dalang (teriak) : “Hoi, bubar sana! Balik semua ke pentas! Jadi Wayang sekali aja, reseh amat seh!”
Prabu Kresna (serius) : “Begini, para sodara dan sejawat pengelola Negara Dwarawati!. Saya baru saja menerima perintah Batara Guru, sang Ketua Para Dewa. Saya Sri Kresna selaku titisan Wisnu diminta untuk membereskan kekacauan dunia. Negara Trajutrisna disebelah itu sudah terlalu sering memusingkan Dewa. Prabu Bomantara, sang raja sudah sering ke Suralaya mengganggu ketenteraman kehidupan para Dewa. Nah, apa pendapat kalian?”
Setyaki (maunya serius) : “Lapan anem, nDan!”
Udawa (menguap) : “Hooaaaahm, kapan makannya?”
132584708272572489
Bambang Sitija (bp.blogspot.com)
Dalang: “Di tengah seru dan seriusnya perbincangan(emang serius kan?) terdengar keributan di luar balairung.Para pengawal tidak mampu menghentikan seorang anak muda yang memaksa menerobos masuk Balairung…..hlo, hei, hus, hus, kupret! Mau kemana lu? Ini sang Raja di sini…..nyelonong keluar aja, mau kemana?”
Anak Muda : “Aku ini datang zauh-zauh dari Ziborong-Borong kezini bukan untuk dibentak-bentak. Mazam mana pula kau ini. Namaku Zada, bukan hei, hus, hus apalagi Kupret”.
Setyaki : “Lapan anem. Dalangnya memang terlalu kasar!”
Udawa : “Ndak salah si mas-e itu. Dalang-e ndak isa main bentak gitu….”
Dalang : “Waalllaaaaaah, pensiun aja dah saya jadi dalang kalau wayangnya koplak semua gini….”
“Hei, ksatria muda, majulah sedikit kesini. Perkenalkanlah dirimu, dari mana asalmu dan apa maumu datang kesini?” Prabu Kresna menengahi, kasihan melihat dalangnya mewek-mewek…..
“Perkenalkan pak Raza, nama aku Zada, ….eh zalah,Bambang Zitija, ada juga yang panggil Jaka Zitija, ah yang mana zaja lah!.  Azal aku dari pertapaan Sapta Pratala. Putra zulung dari Ibu Dewi Pertiwi, cucu Sang Nagaraja. Aku kezini mau cari aku punya Bapak. Menurut Ibu, Bapak aku namanya Sri Krezna, raja Dwarawati…..” kata anak muda itu.
Prabu Kresna terheran-heran : “Sebentar,…..namamu Sitija? Gak salah nama Bapakmu itu? Sayalah Sri Kresna. Tapi saya gak pernah merasa punya isteri namanya Dewi Pertiwi”
Terjadi keributan di belakang Sri Kresna. Spontan! Isteri mana sih yang gak cemburu tiba-tiba suaminya diakui sebagai Bapak oleh orang asing? Bayangin ributnya, 3 orang isteri lagi!. Gak enaklah dalangnya cerita, wong itu urusan internal rumah tangga……
Setyaki (kompor 1): “Lapan anem. Ngaku ajalah nDan!. 4 isteri juga masih boleh kan?”
Udawa (kompor 2): “Ngai kapanane juga lupa ik. Apalagi, ini Raja, kaya lagi. Biar item tapi cakep kan? Laki-laki lupa bini, sekali sekali ndak apa kan?”
Waaa, makin jadi aja keributan para isteri di belakang dengar aksi para komporator ini. Ada yang mewek sambil jambak-jambak rambut, ada yang lompat tinggi, ada yang bal-balan……Duh, gak layak lah diceritakan benernya. Masa Dalang harus ngurusin masalah Rumah Tangga?….
“Maap, interupzi, interupzi!. Aku kezini bukan mau pezah belah rumahtangga pak Raza. Tapi menurut Ibu, Bapak aku adalah Dewa, Batara Wiznu namanya. Karena Batara Wiznu zekarang zudah menzelma zadi Sri Krezna, maka aku kezini. Gitu, ganti! “
Setyaki (kompor berlanjut): “Lapan anem. Zama zaja, gitu, ganti!”
Prabu Kresna (calm & cool) : “Setyaaakiiii! Potong gaji!!!” (Setyaki cep klakep),
Sri Kresna lalu ngadep ke belakang “Naaah, bukan Kresna kan yang selingkuh?”
Muter balik ke Bambang Sitija : “Dengar Sitija, bukan gak mau mengakui keberadaanmu. Tapi rajamu perlu bukti bahwa kau benar anak Pertiwi, cucu dari Sang Nagaraja penguasa bumi. Jangan takut repot, buktikan kesaktianmu, lenyapkan Sang Bomantara, raja Trajutrisna yang sewenang-wenang itu. Sabda Pandita Ratu, pergilah dan restuku bersamamu. Rayi Setyaki dan kakang Udawa, iringi langkah ksatria muda ini!”
Singkat cerita, berangkatlah Bambang Sitija, diiringi kedua Patih Dwarawati sebagai utusan resmi para Dewa untuk mengamankan Trajutrisna. Bukan invasi seperti yang sering dilakukan AS dimana-mana, karena mereka cuma bertiga. Bukan pula infiltrasi seperti Rambo yang main petak-umpet, mereka terang-terangan menantang perang. Meskipun koplak,  kesaktian 2 patih Dwarawati itu bukan tandingan orang Trajutrisna. Pasukan khusus pengawal raja dihabisi Udawa seorang diri. Patih Pancadnyana menyerah kepada Setyaki dan Prabu Bomantara terbunuh oleh Bambang Sitija……
Tapi jasad Prabu Bomantara menghilang dari pandangan. Jiwa bersama wadagnya merasuk dan bersatu dalam tubuh Bambang Sitija……
Bambang Sitija segera mengutus Setyaki dan Udawa pulang ke Dwarawati untuk melaporkan semua kejadian dan menunggu keputusan Sri Kresna selanjutnya (belum ada hape dan bebe yah!). Mendengar laporan Setyaki, Sri Kresna bergegas berangkat ke Trajutrisna. Mengangkat Bambang Sitija sebagai penguasa baru di Trajutrisna, dengan gelar Boma Narakasura.
Boma Narakasura resmi diakui sebagai anak sulung Sri Kresna dan adiknya, Dewi Siti Sendari(kemudian menjadi isteri Abimanyu, putra Arjuna) diboyong ke Dwarawati. Dewi Pertiwi memilih tetap di Sapta Pratala  (Dalangnya gak tahu alasannya, tapi palingan juga karena sungkan ribut ama 3 isteri yang lain. Biasa kan?…..)
»»  READMORE...